Sabtu, 03 Maret 2012

Artikel


Iran: Mangsa Amerika selanjutnya?
Beberapa minggu lalu, tepatnya rabu(11/1), di tengah kemacetan jalan raya kota Teheran, pemerintah Iran dikejutkan dengan tewasnya Professor Mostafa Ahmadi Rosan(32), salah seorang ahli nuklir Iran akibat ledakan bom magnetik yang di pasang teroris di mobil Peugeot 405 yang ditumpanginya.
Serta merta hal ini membuat para petinggi negeri mullah kalap. Tanpa basa-basi, telunjuk mereka pun menuding badan intelijen CIA Amerika, M16 Inggris serta Mossad Israel berada di balik pembunuhan keji tersebut. Sementara pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei menegaskan akan menghukum siapapun dalang pelaku peledakan bom magnet yang menewaskan ahli nuklir Iran itu.
Pemerintah Iran mengutuk pembunuhan tersebut. Secara resmi, pihak kementrian luar negeri Iran melayangkan surat protes untuk AS lewat kedubes Swiss di Teheran.  Pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran ini adalah rangkaian episode pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran yang kesekian kalinya terjadi di tanah Persia tersebut. Ada suatu estimasi bahwa pihak barat menginginkan ahli-ahli nuklir Iran lenyap secara simultan agar kemampuan pengayaan nuklirnya pudar. Walaupun banyak pakar nuklirnya yang gugur akibat pembunuhan misterius, tampaknya negeri asal Khomeini itu tetap tegar kukuh dan mahir tingkat kemampuan pengayaan uraniumnya.
Seperti kerap yang dilakukan Amerika beserta sekutunya sebelumnya, tindakan menuduh Iran mengembangkan senjata nuklir merupakan suatu akal-akalan bulus untuk membentuk opini dunia bahwa negeri Persia tersebut cukup berbahaya bagi stabilitas Timur Tengah. Berkali-kali Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melakukan inspeksi, memeriksa fasilitas nuklir Iran di Natanz serta PLTN di kota Busher, namun hasilnya nihil tidak terbukti adanya usaha pembuatan senjata nuklir. Malah Israel yang notabene memiliki 400 kepala hulu ledak nuklir dibiarkan begitu saja tanpa ada sanksi apa-apa. Semestinya negeri Yahudi tersebut juga mendapat perlakuan serupa. Sudah rahasia umum, PBB yang konon disetir AS menerapkan standar ganda terhadap negara-negara yang berseberangan dengan kepentingan nasional AS dan komplotannya, terutama umat Islam.
Namun, laporan terbaru IAEA, Iran membangun kawasan yang cukup besar untuk riset hidrodinamik yang mengarah kepada pembuatan senjata nuklir. Hal ini membuat girang Amerika dan anak emasnya Israel, sebagai pintu legitimasi rasional untuk melakukan tindakan militer terhadap Iran. Tetapi, pemerintah Iran menyangkal bahwa proyek nuklirnya hanyalah untuk kepentingan damai, pembangkit tenaga listrik, industri, dan medis. Padahal kita semua tahu, Amerika juga berbuat hal sama terhadap Irak, Libya, serta Korea Utara atas tuduhan kepemilikan sejata nuklir. Sejatinya, Amerika memiliki niat tersembunyi dibalik provokasi kepemilikan senjata nuklir Iran, yaitu sumber minyak bumi yang cukup menggiurkan di tanah Persia.
Dulu Amerika menganeksasi Irak dan Libya dibawah panji penegakan demokrasi, apakah sekarang Amerika menggunakan terminologi ‘nuklir’ sebagai alasan untuk bisa menjarah minyak Iran? Bisa iya, bisa juga tidak. Mengingat, hanya Iran satu-satunya sentra kekuatan potensial yang bisa menandingi AS dan Israel di kawasan teluk dan juga mencatatkan namanya bersama Venezuela, Kuba dan Korea Utara sebagai negara pembangkang Amerika yang berani terang-terangan melawan hegemoni negeri Paman Sam di pentas internasional.
Sepintas, di lihat dari perspektif militer, mungkin kekuatan Iran belum seberapa di bandingkan Amerika selaku kekuatan militer peringkat satu dunia. Baik dari segi bugjet militer, personel, senjata dan penguasaan teknologi. Bala tentara Amerika yang tersebar di basis-basis militer seantero Timur Tengah serta kapal induknya di perairan samudera Hindia tengah siaga, menunggu perintah menyerang Iran.
Namun, bangsa Iran juga bukan bangsa kacangan yang bisa dipandang sebelah mata. Kemajuan kolektif di berbagai bidang khususnya kekuatan militer baru-baru ini cukup mencengangkan dunia. Sebab, sebuah negara yang terisolasi begitu lama dibawah tekanan embargo ekonomi mampu mandiri memproduksi peralatan tempur berteknologi tinggi, bahkan mampu menyandera pesawat siluman mata-mata tak berawak Amerika RQ-170.
Belum lagi uji coba rudal-rudal Shahab, Kautsar, Qiam, Fateh, serta rudal Hoot yang mampu menghabisi lawan dibawah perairan laut tanpa terdeteksi radar karena memiliki kecepatan 100 km perdetik. Selain itu, dukungan sekitar 800 ribu militer aktif dan cadangan serta kuantitas 11 juta paramiliter Iran merupakan sebuah pagelaran kekuatan yang mengerikan. Amerika, Israel, dan sekutunya akan berfikir dua kali untuk berani menyerang Iran. Sebab, dari segi kontur wilayah, jumlah penduduk, dan ideologi rakyat Iran yang membenci barat samasekali berbeda dengan target militer AS sebelumnya di Afghanistan, Irak, dan Libya.
Hal unik inilah yang membedakan target Amerika dari target sebelumnya di Afghanistan, Irak, dan Libya. Selayaknya Amerika sebagai negara pembela garda terdepan demokrasi memberikan teladan kepada dunia berupa menghormati hak bangsa Iran untuk menggunakan nuklir jika memang untuk tujuan damai. Karena, kecamuk yang ditimbulkan akibat perseteruan kedua negara berdampak negatif terhadap stabilitas kawasan teluk.
Negara besar sekaliber Jepang, Venezuela, China dan Rusia adalah mitra ekonomi penting Iran. Kedua negara yang disebut terakhir selalu membela Iran di kancah internasional. Mengingat, Iran merupakan salah satu pemasok minyak negaranya. Jika konflik Iran-AS dan Israel menjurus ke lembah perang, bukan tidak mungkin negara yang memiliki kepentingan kuat dengan Iran turut campur tangan dan bisa menambah masalah semakin rumit dan kompleks. Dan tentunya, tontonan pembunuhan massal mesin perang seperti di Libya, Irak, dan Afghanistan yang tidak kita inginkan terulang kembali di atas hamparan tanah Persia.
Sikap Indonesia
Sebagai negara besar, sudah waktunya bagi Indonesia netral dalam menengahi perseteruan antara Amerika dan Iran. Karena cepat atau lambat, kekisruhan dua negara yang menyeret peran serta negara lain bisa membangkitkan dampak buruk dalam perdagangan internasional, khususnya distribusi minyak. Mengingat, selama ini arus utama distribusi minyak negara-negara kawasan teluk harus melewati selat Hormuz, selat dibawah kekuasaan dan kendali otoritas Iran. Bilamana terjadi ketegangan sengit yang mengakibatkan kerugian di pihak Iran, bisa saja Iran menggunakan selat Hormuz sebagai kartu As dengan menutupnya dari arus lalu lintas perdagangan dunia. Andai saja ini terjadi, maka meroketnya harga minyak bukan menjadi hal yang mustahil dan hal ini bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi negara-negara dunia yang tengah kembang kempis, termasuk Indonesia.
Secara geografis, mungkin kawasan Iran jauh dari Indonesia. Secara ekonomi, Iran juga bukan pangsa pasar utama ekspor Indonesia. Namun, secara reliji, Indonesia dan Iran merupakan sama-sama negara dengan jumlah penganut muslim mayoritas. Adalah inisiatif yang mulia bila Indonesia mampu menggerakkan Organisasi Konferensi Islam (OKI), PBB, dan Liga Arab untuk turut serta meredakan krisis tersebut. Karena, bagaimanapun perdamaian dunia merupakan hal yang amat diinginkan seluruh rakyat Iran ketimbang terus-menerus hidup di bawah tekanan internasional. Selain itu, di sisi lain, rakyat Amerika juga tidak menginginkan terjadinya perang mengingat biaya perang sangatlah mahal. Biaya besar yang tidak punya manfaat nyata itu lebih baik digunakan untuk mengatasi resesi ekonomi Amerika yang semakin suram.
Bagaimanapun, Indonesia juga harus berbenah diri. Meski sudah terlambat untuk menjadi lebih baik, tapi hal itu masih urgen dan mendesak. PR pemerintah memberantas korupsi yang menggurita, carut marut ekonomi, angka kemiskinan yang semakin meninggi, SDM yang belum optimal, serta penguatan diplomatik Indonesia di mata internasional perlu menjadi prioritas utama. Jika negeri ini sudah kuat, tidak ada lagi korupsi, serta diplomatik yang kuat memudahkan Indonesia untuk memainkan peranannya di pentas internasional. Sehingga, kasus panas Iran-Amerika dan Israel bisa diredakan dengan peran netral Indonesia untuk ikut serta mewujudkan perdamaian dunia. Sebagaimana tertuang di pembukaan UUD 45 “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
(Oleh: Suadi Penulis adalah pengamat politik mahasiswa UMSU aktif di Lembaga Pers mahasiswa Teropong UMSU)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah vitamin bagi saya